Perkawinan adalah hubungan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita dalam kedudukan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa. Perkawinan adalah sah selama dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan sistem kepercayaan. Setiap perkawinan dimasukkan ke dalam pencatatan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Secara teori, seorang pria mungkin hanya memiliki satu istri sepanjang pernikahannya. Seorang wanita hanya diperbolehkan memiliki satu pasangan.
Jika para pihak setuju, pengadilan dapat memberikan izin kepada suami untuk beristri lebih dari satu. Pernikahan, bersama dengan ibadah, dianggap sebagai tindakan yang baik dalam Islam. Namun, ternyata ada semacam jenis pernikahan yang dilarang dalam islam, bahkan termasuk cinta terlarang. Dalam istilah awam, nikah syihar terjadi ketika wali menikahkan gadis yang diasuhnya dengan seorang pria dengan syarat ia juga menikahi gadis yang diasuhnya.
Asal mula nikah syihar
Perkawinan syighar terjadi ketika wali seorang wanita menikah dengan pria lain tanpa mahar sebagai ganti pria yang menikahi seorang wanita di bawah perwaliannya. Perkawinan semacam ini secara tegas dilarang oleh Rasulullah. Dalam praktiknya, ini adalah pernikahan di mana pengantin pria menukar putri atau saudara perempuannya dengan pengantin wanita, tanpa mahar. Seperti yang dikatakan seorang pria kepada yang lain: “Menikahi saya dengan anak Anda, dan saya akan menikahkan Anda dengan putra saya sesudahnya.”
Akibatnya, nikah sighar seolah-olah sudah menjadi semacam barter barang bersyarat dalam proses jual beli. Hal ini karena seorang pria melepaskan pembayaran mahar untuk putrinya sebagai ganti hak untuk menikahi putri atau saudara perempuan pria itu.
Asal Nikah tahlil
Selain itu, ada pernikahan terlarang lainnya yang dikenal sebagai Nikah Tahlil. Nikah tahlil adalah ketika seorang muhallil (seseorang yang diminta untuk menikahi mantan istri orang lain) menikahi seorang wanita yang telah diceraikan oleh ba’in kubra dengan syarat dia menceraikan wanita tersebut setelah membuatnya sah (perkawinan dan persetubuhan) selama suami pertama. Menikahlah dengan seorang wanita yang telah diceraikan tiga kali setelah berakhirnya masa ‘iddahnya dan kemudian menceraikannya lagi untuk menyerahkannya kepada suami pertamanya. Menurut apa yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ini adalah salah satu kejahatan besar dan tindakan mengerikan yang Allah larang dan kutuk bagi para pelanggarnya.
Di beberapa daerah di Indonesia, khususnya Aceh, ungkapan “perkawinan buta Cina” banyak digunakan. Pernikahan Buta Cina disebut dalam hukum Islam sebagai Nikah Muhallil. Muhallil secara harfiah diterjemahkan sebagai “orang yang membenarkan.” Perkawinan muhallil adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan perempuan yang diceraikan/talak tiga sebagai sarana atau cara bagi perempuan untuk menjelaskan hubungan seksual dengan mantan suaminya, maka dari itu ini merupakan jenis pernikahan yang dilarang dalam Islam.
Husein menegaskan bahwa dalam Islam, suami dan istri yang telah bercerai tiga kali dilarang menikah lagi (rujuk), kecuali mantan istri menikah dengan pria lain dan pria itu menceraikannya. Muhallil adalah pria lain yang menikahi mantan istri pria lain (orang yang membenarkan). Sedangkan Muhallal Lah adalah nama mantan suami laki-laki (orang yang halal).
Pernikahan semacam ini sering terlihat di zaman modern karena berbagai alasan. Biasanya, perkawinan semacam ini tidak mempertimbangkan perspektif teologis, melainkan mempertimbangkan kondisi atau tradisi yang berlaku di wilayah setempat. Semoga apa yang And abaca bisa bermanfaat.